Penerapan Sertifikasi Tingkatkan Pengawasan Program MBG

Oleh: Dhita Karuniawati )*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu terobosan pemerintah dalam memperkuat sumber daya manusia sejak dini. Program ini tidak hanya ditujukan untuk memastikan setiap anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang memadai, tetapi juga menjadi strategi untuk mengurangi kesenjangan sosial, menurunkan angka stunting, serta membangun generasi yang lebih sehat dan cerdas. Namun, sebagaimana program skala nasional lainnya, MBG membutuhkan sistem pengawasan yang ketat dan berkelanjutan agar pelaksanaannya berjalan tepat sasaran.

Salah satu instrumen penting yang ditetapkan pemerintah adalah penerapan sertifikasi dalam rantai pelaksanaan program MBG. Sertifikasi dimaksudkan sebagai standar mutu yang dapat menjamin setiap tahapan mulai dari penyediaan bahan pangan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi sesuai dengan kriteria kesehatan, keamanan pangan, serta akuntabilitas publik.

Badan Gizi Nasional (BGN) mengumumkan pencapaian signifikan dalam upaya peningkatan kualitas dan keamanan pangan. Sebanyak 198 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini telah resmi memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Data ini tercatat per 30 September 2025, menunjukkan komitmen kuat terhadap standar kesehatan.

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang mengatakan bahwa angka tersebut menunjukkan peningkatan drastis dibandingkan laporan sebelumnya yang hanya mencatat 35 unit SPPG. Peningkatan ini menegaskan fokus BGN pada perlindungan penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG).

SLHS menjadi salah satu persyaratan wajib yang ditetapkan BGN untuk menjamin kebersihan dan sanitasi dalam proses produksi MBG. Sertifikasi ini bertujuan untuk meminimalkan risiko kontaminasi dan gangguan kesehatan. BGN terus mendorong SPPG yang beroperasi untuk segera mengurus sertifikasi penting ini.

Per 30 September 2025, jumlah SPPG yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) mencapai 198 unit. Angka ini melonjak tajam dari 35 unit yang dilaporkan sebelumnya oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari. Peningkatan ini mencerminkan progres nyata dalam penerapan standar kebersihan.

Distribusi SPPG yang telah tersertifikasi ini tersebar di beberapa wilayah. Wilayah I mencatat 102 SPPG, Wilayah II sebanyak 35 SPPG, dan Wilayah III memiliki 61 SPPG. Data ini menunjukkan upaya merata di berbagai daerah untuk memenuhi standar keamanan pangan.

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) merupakan salah satu pilar utama dalam memastikan standar tersebut. Sertifikasi ini menjadi prasyarat mutlak bagi setiap SPPG yang beroperasi.

Nanik S. Deyang mengatakan bahwa BGN terus mendorong SPPG yang sudah beroperasi untuk segera mengurus penerbitan SLHS. Batas waktu pengurusan ini adalah hingga Oktober 2025. Ini menyangkut keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, sehingga harus diprioritaskan.

Pengawasan terhadap perkembangan sertifikasi SPPG dilakukan secara harian oleh BGN. Langkah ini diambil untuk memastikan tidak ada SPPG yang luput dari standar wajib ini. Komitmen ini bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.

Selain Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), BGN juga mewajibkan SPPG untuk mengurus sertifikasi lain yang relevan. Sertifikasi tersebut mencakup HACCP, NKV, hingga sertifikasi halal, guna menjamin kualitas menyeluruh. Ini menunjukkan pendekatan komprehensif terhadap keamanan pangan.

Data terkini menunjukkan bahwa 26 SPPG telah memiliki HACCP, 15 SPPG tersertifikasi NKV, dan 106 SPPG mengantongi HSP. Selain itu, 23 SPPG bersertifikat ISO 22000, 20 SPPG tersertifikasi ISO 45001, dan 34 SPPG telah memiliki sertifikat halal. Berbagai sertifikasi ini memperkuat standar operasional SPPG.

Nanik S. Deyang mengatakan bahwa beragam sertifikasi ini sangat penting sebagai standar penyelenggaraan Program MBG. Tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko kontaminasi dan potensi gangguan kesehatan pada penerima manfaat. Harapannya, langkah ini bisa membangun kepercayaan penerima manfaat dan masyarakat bahwa BGN berkomitmen mewujudkan zero accident (nol insiden keracunan).

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah melakukan pengawasan menyeluruh. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kualitas dan keamanan makanan yang disajikan melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bagi pelajar di seluruh Indonesia.

Menurut Menkes Budi, pengawasan dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yakni standardisasi pelaporan, sertifikasi keamanan pangan, serta pengawasan berlapis.

Selain sertifikasi, Kemenkes juga membentuk gugus cepat tanggap di setiap daerah yang terdiri dari Dinas Kesehatan, rumah sakit umum daerah, serta unit Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Gugus ini bertugas merespons cepat apabila terjadi keracunan massal atau Kejadian Luar Biasa (KLB).

Dalam pengawasan eksternal, Kemenkes bekerja sama dengan Kemendagri, TNI/Polri, serta aparat daerah untuk melakukan pemantauan harian terhadap pelaksanaan MBG.

Pengawasan tidak hanya dilakukan di sisi produksi, tetapi juga di sisi penerima manfaat. Menkes Budi menegaskan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemendikdasmen dan Kemenag untuk melibatkan UKS dalam memeriksa kualitas makanan sebelum dikonsumsi siswa. Selain itu, Kemenkes juga akan memantau status gizi siswa dengan mengukur tinggi dan berat badan setiap enam bulan. Data tersebut akan dicatat secara by name by address untuk evaluasi efektivitas program. Survei gizi tahunan juga diperluas, tidak hanya fokus pada stunting, tetapi juga anak-anak di atas lima tahun.

Penerapan sertifikasi dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah penting untuk memperkuat pengawasan, transparansi, dan kualitas layanan. Melalui sertifikasi, pemerintah tidak hanya memastikan setiap siswa menerima makanan yang bergizi dan aman, tetapi juga menegakkan tata kelola yang akuntabel dan partisipatif. Dengan komitmen kuat, dukungan lintas sektor, serta keterlibatan masyarakat, penerapan sertifikasi akan menjadi kunci sukses dalam mewujudkan generasi sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi di masa depan.

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *