Pemerintah Terapkan Sertifikasi Ketat Pastikan Kualitas MBG

Jakarta – Pemerintah semakin memperkuat tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan menerapkan sistem sertifikasi yang ketat. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kualitas makanan yang disajikan benar-benar aman, bergizi, dan sesuai standar, sekaligus mencegah terulangnya kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di sekolah-sekolah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa pemerintah mewajibkan dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program MBG untuk memiliki tiga sertifikasi utama, yaitu Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), serta sertifikasi halal. Ketiga sertifikasi ini, menurut Budi, menjadi standar minimum yang harus dipenuhi setiap penyedia layanan MBG.
“Nah, ketiga proses sertifikasi ini akan ditambah satu lagi rekognisi dari BPOM. Jadi Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Badan Gizi Nasional (BGN) akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi,” kata Budi.
Budi menambahkan, pemerintah saat ini tengah mengakselerasi proses sertifikasi tersebut agar lebih cepat, berkualitas, dan tidak menimbulkan beban biaya perizinan yang mahal. Ia menjelaskan bahwa HACCP difokuskan pada kualitas fasilitas pengolahan makanan, sedangkan SLHS lebih pada kompetensi sumber daya manusia yang menangani penyajian makanan.
Selain itu, pengawasan juga diperkuat. Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri dan BPOM akan melakukan pengawasan eksternal secara rutin setiap minggu. Langkah ini melengkapi pengawasan internal yang dijalankan BGN.
“Kualitas bahan baku dan air akan diawasi ketat setiap hari oleh BGN. Pengawasan sederhana juga akan melibatkan sekolah, misalnya dengan mengenali tanda-tanda makanan yang sudah tidak layak konsumsi,” tegas Budi.
Pentingnya pengawasan itu, lanjutnya, tidak lepas dari skala besar program MBG yang menjangkau sekitar 450 ribu sekolah di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. “Sekolah-sekolah akan kami libatkan agar bisa mendeteksi dini apakah makanan masih layak atau tidak,” ujarnya.
Senada, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menegaskan bahwa sertifikasi tidak boleh dipandang sebagai persyaratan administratif semata, melainkan syarat mutlak untuk menjamin keselamatan anak-anak penerima manfaat MBG.
“Dapur atau SPPG itu harus punya SLHS dari Kementerian Kesehatan sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari.
Menurutnya, pemerintah ingin memastikan setiap dapur pengolah makanan MBG memiliki standar tinggi dalam menjaga kualitas, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap program tidak luntur.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah akan segera menguatkan payung hukum program MBG dengan menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres). Aturan tersebut ditargetkan terbit dalam waktu sepekan untuk mempertegas sistem pengawasan dan tata kelola.
“Oleh karena itu tentu ada tantangan dan kekurangan. Tapi saudara-saudara, komitmen pemerintah jelas, respons cepat, instruksi Bapak Presiden tegas: perbaiki sistem, perkuat tata kelola MBG secara menyeluruh,” ujar Zulkifli.
Ia menegaskan, keselamatan anak-anak adalah prioritas utama. Program MBG, katanya, tidak sekadar soal pemenuhan gizi, tetapi juga perlindungan hak dasar anak. “Keselamatan anak-anak bukan soal angka, tapi itu menjadi prioritas utama kita. Kita ingin anak-anak kita hebat dan cerdas. Tetapi sekaligus juga bahwa makanan bergizi gratis itu adalah hak dasar warga negara, atau hak dasar anak-anak kita,” katanya.
Dengan sertifikasi ketat, pengawasan berlapis, dan komitmen kuat pemerintah, program MBG diproyeksikan tidak hanya meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga menjadi fondasi penting bagi generasi masa depan yang lebih sehat, cerdas, dan berdaya saing.