Transformasi Fiskal Indonesia: Danantara Hadir sebagai Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi

Oleh: Yusuf Rinaldi)*

Indonesia tengah memasuki fase baru dalam perjalanan ekonominya, di mana pemerintah menekankan investasi sebagai motor utama pertumbuhan nasional. Selama ini, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang dominan pertumbuhan ekonomi, menyumbang lebih dari setengah Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, pemerintah di era Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa transformasi fiskal yang berfokus pada peningkatan investasi merupakan langkah strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi jangka panjang. Salah satu inisiatif penting dalam strategi ini adalah pembentukan holding investasi BUMN, Danantara, yang diharapkan menjadi penggerak baru pertumbuhan investasi nasional.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa selama ini investasi di Indonesia memang didominasi sektor swasta dan berperan sebagai penggerak utama ekonomi. Sementara itu, kontribusi belanja modal BUMN dan pemerintah melalui APBN masih relatif terbatas. Capex BUMN setiap tahun menyumbang sekitar 5–6 persen terhadap PDB, dengan estimasi Rp 380 triliun pada 2025, sementara belanja modal dari APBN diperkirakan mencapai Rp 490 triliun.

Pemerintah ingin memperkuat kontribusi BUMN terhadap investasi nasional. Melalui Danantara, BUMN diharapkan dapat menjadi katalis bagi peningkatan investasi bernilai tinggi, terutama di sektor hilirisasi sumber daya alam, infrastruktur, manufaktur bernilai tambah tinggi, dan ekonomi digital. Target Capex BUMN dalam konsolidasi Danantara bahkan dinaikkan dua kali lipat pada 2026, menunjukkan ambisi pemerintah untuk menjadikan BUMN sebagai driver pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

Selain itu, pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp 200 triliun di sektor perbankan, termasuk di Himbara dan BSI, untuk memperkuat pembiayaan investasi. Satuan tugas percepatan program strategis dibentuk untuk mempercepat deregulasi dan mengatasi hambatan investasi, memastikan realisasi proyek berjalan lebih cepat. Meski peran BUMN diperkuat, porsi investasi swasta tetap menjadi dominan dalam struktur ekonomi nasional. Sinergi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta diproyeksikan akan mendorong pertumbuhan investasi dan memperbaiki iklim usaha, dengan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen tahun ini dan 5,6–5,8 persen pada 2026.

Perubahan arah pertumbuhan ekonomi nasional juga terlihat dari upaya pemerintah menggeser ketergantungan dari konsumsi rumah tangga menuju investasi. Kontribusi investasi terhadap PDB saat ini tercatat sekitar 30 persen, sementara konsumsi rumah tangga masih mendominasi sekitar 53 persen. Peningkatan investasi tidak sekadar menambah modal, tetapi juga harus menghasilkan nilai tambah tinggi, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan bonus demografi dimanfaatkan secara optimal. Strategi ini diharapkan menurunkan tingkat pengangguran dan menjaga pertumbuhan ekonomi tetap inklusif.

Salah satu proyek strategis di bawah Danantara adalah program Waste-to-Energy (PSEL), yang akan dimulai pada awal 2026 dengan pembangunan tujuh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) fase pertama. Managing Director of Investment BPI Danantara, Stefanus Ade Hadiwidjaja, menjelaskan bahwa tender untuk proyek ini dijadwalkan dimulai pada 6 November 2025 di tujuh kota yang siap secara teknis dan administratif. Tender hasilnya akan diumumkan pada kuartal pertama 2026, dengan groundbreaking dijadwalkan pada awal 2026.

Fokus fase pertama mencakup kota-kota seperti Bogor, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, dan Bekasi. Danantara menekankan bahwa setiap penyedia teknologi asing diwajibkan bekerja sama dengan mitra domestik, baik swasta, BUMN, maupun BUMD, untuk memfasilitasi transfer teknologi dan menghindari dominasi satu konsorsium. Proyek ini tidak hanya mendorong transisi energi bersih nasional, tetapi juga menjadi solusi nyata bagi pengelolaan sampah yang semakin mendesak. Diperkirakan Indonesia menghasilkan 50 juta ton sampah per tahun, namun hanya sekitar 40 persen yang dikelola dengan baik.

Selain proyek infrastruktur energi bersih, kinerja manajer investasi (MI) di bawah Danantara juga mencatat pertumbuhan positif hingga kuartal III-2025. Dana kelolaan MI pelat merah tumbuh dua digit, mencerminkan kepercayaan investor terhadap konsistensi kinerja produk dan distribusi di ekosistem BUMN. Kepala Riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, menilai bahwa performa positif tersebut didorong oleh aliran dana dari investor ritel, khususnya ke reksadana pendapatan tetap dan pasar uang yang relatif stabil.

Bahana TCW Investment Management menjadi MI pelat merah dengan dana kelolaan terbesar, diikuti PT BRI Manajemen Investasi, PT BNI Asset Management, dan PT Mandiri Manajemen Investasi. Produk reksa dana pasar uang dan campuran menjadi penyumbang utama pertumbuhan dana kelolaan, dan kinerja positif ini membuka jalan bagi rencana konsolidasi MI milik bank-bank Himbara yang diperkirakan akan memperkuat pangsa pasar industri reksa dana nasional secara signifikan.

Dengan semua langkah ini, Danantara muncul sebagai instrumen strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang dan berkelanjutan. BUMN tidak lagi hanya menjadi pelaksana proyek pemerintah, tetapi juga menjadi penggerak investasi bernilai tinggi yang menghasilkan dampak ekonomi luas. Keberadaan Danantara diharapkan memperkuat sektor-sektor strategis, menciptakan lapangan kerja, dan memaksimalkan potensi demografi muda Indonesia.

Transformasi fiskal ini menunjukkan bahwa pemerintah di bawah Presiden Prabowo tidak hanya fokus pada pertumbuhan jangka pendek, tetapi juga pada penguatan fondasi ekonomi untuk dekade mendatang. Dengan investasi yang semakin tinggi dan menghasilkan nilai tambah signifikan, ekonomi Indonesia akan lebih resilient terhadap gejolak global, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pengembangan teknologi domestik.

)*Penulis Merupakan Pengamat Ekonomi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *