Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Bentuk Apresiasi Atas Pengabdian Sejati
Oleh: Ari Setiadi )*
Keputusan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, disambut dengan gelombang apresiasi dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah yang bijaksana dan bersejarah dalam menghormati jasa pemimpin yang telah mengabdikan diri secara penuh untuk bangsa dan negara. Penetapan ini juga menjadi simbol penghargaan terhadap perjuangan panjang Soeharto dalam menjaga stabilitas nasional serta menata fondasi pembangunan Indonesia modern.
Langkah pemerintah tersebut mencerminkan semangat kontinuitas dalam menghormati para tokoh bangsa yang berperan penting pada masa transisi dan pembangunan. Pemerintah, melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa pemberian gelar ini merupakan bentuk pengakuan resmi terhadap kontribusi besar Soeharto yang tidak hanya berorientasi pada masa lalu, tetapi juga memberi inspirasi bagi arah pembangunan bangsa ke depan. Penghargaan itu disebut bukan sekadar simbol sejarah, melainkan wujud penghormatan mendalam terhadap sosok yang telah mendedikasikan hidupnya demi kemajuan Indonesia.
Soeharto dikenal memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade dengan kebijakan pembangunan yang terencana dan sistematis. Dalam masa kepemimpinannya, stabilitas politik dan ekonomi menjadi prioritas utama untuk memperkuat fondasi nasional.
Pemerintah menilai bahwa pengabdian Soeharto tidak hanya terlihat dalam pencapaian ekonomi, tetapi juga dalam upayanya menanamkan semangat nasionalisme dan memperkuat kemandirian bangsa. Ia dianggap berhasil membawa Indonesia ke era pertumbuhan pesat dengan program seperti Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang menjadi acuan pembangunan nasional selama masa Orde Baru.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia juga menyampaikan pandangannya mengenai keputusan pemerintah ini. Ia menilai Soeharto sangat layak menerima gelar Pahlawan Nasional karena jasa besar yang telah ia torehkan selama 32 tahun memimpin bangsa. Sebagai salah satu pendiri Partai Golkar, Soeharto dinilai memiliki peran penting dalam menjaga ideologi bangsa dan melawan pengaruh komunisme yang sempat mengancam kedaulatan negara.
Bahlil mengingatkan bahwa masa kepemimpinan Soeharto telah menorehkan sejumlah capaian penting, seperti keberhasilan dalam mencapai swasembada pangan, pengendalian inflasi, dan perluasan lapangan pekerjaan. Ia juga menekankan bahwa pada akhir masa pemerintahannya, Indonesia sempat dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat di Asia, sehingga dijuluki sebagai “Macan Asia”. Pencapaian tersebut menjadi bukti konkret bahwa kebijakan Soeharto telah memberikan dampak positif bagi pembangunan nasional.
Selain dari kalangan politik, dukungan terhadap kebijakan pemerintah ini juga datang dari tokoh agama. Tokoh Muda Nahdliyin Jawa Timur, KH Achmad Syamsul Askandar atau Gus Aan, menilai langkah pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sebagai keputusan yang menunjukkan kedewasaan bangsa dalam memahami sejarah secara utuh. Ia berpendapat bahwa setiap pemimpin, termasuk Soeharto, memiliki sisi kekurangan dan kelebihan, namun jasa-jasanya terhadap bangsa tidak dapat dihapuskan begitu saja.
Menurut Gus Aan, penghargaan ini menandakan kematangan bangsa dalam memandang perjalanan sejarah tanpa terjebak pada narasi negatif masa lalu. Ia menilai pengakuan terhadap jasa Soeharto tidak berarti menafikan kesalahan, tetapi menempatkan peristiwa sejarah dalam konteks yang objektif. Bagi kalangan pesantren dan masyarakat luas, keputusan pemerintah ini dianggap sebagai bentuk rekonsiliasi nasional yang memperkuat semangat persatuan serta penghormatan terhadap perjuangan para pemimpin terdahulu.
Pemerintah menilai bahwa pemberian gelar ini memiliki makna strategis dalam menjaga kesinambungan nilai-nilai perjuangan bangsa. Melalui penetapan ini, pemerintah menunjukkan komitmen untuk menghargai dedikasi para pemimpin yang berkontribusi besar dalam membangun pondasi nasional. Soeharto dianggap sebagai sosok yang berhasil menegakkan stabilitas, memperkuat kemandirian ekonomi, dan menumbuhkan rasa percaya diri bangsa dalam menghadapi tantangan global.
Keputusan tersebut juga menjadi momentum untuk menegaskan kembali pentingnya menilai sejarah secara adil dan proporsional. Dengan mengakui jasa besar Soeharto, bangsa Indonesia diingatkan bahwa pembangunan tidak mungkin dicapai tanpa keberanian mengambil keputusan dan keteguhan dalam menjaga kepentingan rakyat. Pemberian gelar ini menjadi simbol bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghormati pemimpinnya tanpa menutup mata terhadap realitas sejarah.
Dari sudut pandang kebijakan, pemerintah menegaskan bahwa penghargaan ini tidak dimaksudkan untuk membuka perdebatan masa lalu, tetapi untuk memperkuat semangat kebangsaan dan nasionalisme generasi penerus. Dengan mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, pemerintah memberikan pesan moral bahwa pengabdian, keteguhan, dan keberhasilan dalam membangun negara patut dihargai sebagai warisan kebangsaan.
Penganugerahan ini pada akhirnya bukan hanya bentuk penghormatan kepada seorang tokoh, tetapi juga refleksi kedewasaan bangsa Indonesia dalam menilai perjalanan sejarahnya. Melalui langkah ini, pemerintah memperlihatkan komitmen kuat untuk menjaga kesinambungan nilai perjuangan dan meneguhkan penghargaan terhadap mereka yang telah mengabdikan hidupnya bagi tanah air.
)* Penulis adalah Kontributor Nusa Bangsa Institute
