Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Didukung Berbagai Elemen Masyarakat
Jakarta – Dukungan deras terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat untuk gelar Pahlawan Presiden RI – 2 Soeharto. Salah satunya dari Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Firman Soebagyo.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Firman Soebagyo menegaskan agar bangsa ini berani bersikap adil terhadap sejarah. Presiden RI ke – 2 layak untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
“Saya sudah sampaikan Pak Harto bukan hanya layak, tapi memang seharusnya diberikan gelar Pahlawan Nasional,” ujar Firman, saat ditanya awak media di Jakarta 6/11.
“Ini bukan soal politik, tapi soal kejujuran kita membaca sejarah dan menghormati jasa besar seseorang yang telah membawa Indonesia bangkit,” jelasnya.
Menurutnya, Soeharto adalah arsitek pembangunan nasional. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia keluar dari keterpurukan ekonomi, membangun ketahanan pangan, dan menata pondasi ekonomi kerakyatan yang bertahan hingga kini.
Firman mengingatkan bahwa pengakuan terhadap jasa besar Soeharto bukanlah glorifikasi buta, tetapi bentuk kedewasaan bangsa dalam menghargai kerja keras yang telah mengubah wajah negeri.
“Jangan jadikan gelar pahlawan sebagai alat politik. Penghargaan semacam itu harus diberikan dengan objektif, atas dasar jasa dan kontribusi nyata terhadap bangsa dan negara,” tegasnya.
Soeharto, kata Firman, memimpin Indonesia di masa yang sangat sulit. Tahun 1967, ketika ia mengambil alih kepemimpinan, Indonesia tengah menanggung utang luar negeri sekitar US$700 juta dan menghadapi inflasi hingga 650 persen.
Namun dengan kebijakan ekonomi yang terukur dan dukungan tim ekonomi nasional, termasuk Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah dari Prabowo Subianto, Soeharto berhasil menstabilkan ekonomi dan menorehkan prestasi luar biasa: swasembada pangan tahun 1984, yang membuat Indonesia disegani dunia.
“Pak Harto membangun dengan disiplin dan keberanian. Ketika lembaga dunia menolak pendirian pabrik pupuk karena alasan intervensi, beliau menantangnya. Itu bentuk kedaulatan sejati, berani berdiri di atas kaki sendiri,” kata Firman.
Stabilitas ekonomi juga menjadi ciri kuat era kepemimpinannya. Nilai dolar hanya Rp378 pada 1971, harga barang terjangkau, dan pembangunan menjangkau pelosok Nusantara.
Bagi Firman, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah bentuk rekonsiliasi moral antara masa lalu dan masa depan.
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon. Menurutnya Presiden ke-2 Soeharto memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.
“Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya. Semua yang telah disampaikan ini memenuhi syarat,” kata Fadli Zon.
Ia menegaskan bahwa Soeharto telah memenuhi syarat dari tingkat yang paling bawah, dari usulan masyarakat di tingkat kabupaten/kota hingga diusulkan kepada pemerintah provinsi. Artinya, kata dia, bukan hanya Tim GTK yang dipimpinnya yang menyatakan sosok Presiden ke-2 RI itu memenuhi ketentuan.
