Meneguhkan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan untuk Masa Depan Papua
Oleh: Mesiah Wenda *)
Pendidikan merupakan fondasi terpenting bagi masa depan Papua yang maju dan berkeadilan. Kesungguhan pemerintah dalam memperkuat sektor ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia menjadi inti dari kebijakan pembangunan di wilayah timur Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah kini bergerak seirama untuk memastikan setiap anak Papua mendapatkan hak pendidikan yang setara, baik di perkotaan maupun di wilayah pedalaman. Peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan tidak lagi menjadi wacana, melainkan telah diwujudkan melalui langkah-langkah nyata yang berorientasi pada hasil.
Komitmen ini tampak jelas dalam arah kebijakan Pemerintah Provinsi Papua yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan daerah. Gubernur Matius Fakhiri mendorong peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan perluasan akses pendidikan hingga ke daerah terpencil sebagai bagian dari strategi memperkecil kesenjangan antardaerah. Ketua PGRI Papua, Elia Waromi, juga menekankan bahwa kualitas pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kualitas guru. Ia menilai, guru di Papua bukan hanya pengajar di ruang kelas, tetapi juga agen perubahan sosial yang berperan membangun karakter dan semangat generasi muda agar mampu bersaing di tingkat nasional. Kolaborasi antara pemerintah dan organisasi profesi seperti PGRI menjadi langkah konkret untuk memperkuat sistem pendidikan yang adaptif dan inklusif.
Dari tingkat nasional, perhatian terhadap kemajuan pendidikan di Papua juga ditunjukkan oleh Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, yang menilai bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengubah masa depan masyarakat Papua. Ia menyoroti kebijakan pemerintah daerah dalam rekrutmen guru baru, pelatihan tenaga pendidik, dan pengembangan sekolah berasrama sebagai bukti keseriusan pemerintah menyiapkan generasi yang unggul. Menurutnya, kebijakan semacam ini perlu dijaga konsistensinya agar transformasi pendidikan tidak berhenti pada satu periode pemerintahan, melainkan menjadi gerakan berkelanjutan yang didukung oleh semua pihak.
Pemerintah pusat pun memperkuat arah tersebut melalui percepatan pembangunan pendidikan berbasis Otonomi Khusus. Dalam Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua 2025–2030 yang sedang disusun, pendidikan ditempatkan sebagai pilar utama dalam empat arah pembangunan, yaitu Papua Sehat, Papua Cerah, Papua Produktif, dan Papua Damai. Pendekatan ini menegaskan bahwa pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana akademik, tetapi juga sebagai medium pembentukan karakter, penguatan budaya, dan peningkatan daya saing masyarakat. Kebijakan percepatan ini juga menitikberatkan pada efisiensi pengelolaan dana pendidikan dan transparansi anggaran agar setiap rupiah benar-benar berdampak bagi anak-anak Papua yang membutuhkan.
Upaya pemerataan pendidikan kini diperkuat dengan penerapan teknologi digital di sekolah-sekolah yang sebelumnya sulit dijangkau. Pemerintah menyalurkan bantuan perangkat pembelajaran dan internet satelit agar anak-anak di wilayah pegunungan dan kepulauan dapat menikmati akses belajar yang sama seperti di kota besar. Digitalisasi pendidikan di Papua tidak hanya membuka akses pengetahuan, tetapi juga menjadi jembatan untuk memperkecil kesenjangan teknologi antarwilayah. Di sisi lain, pelatihan guru berbasis teknologi juga mulai dijalankan agar metode pengajaran lebih modern, kontekstual, dan tetap menghargai kearifan lokal.
Transformasi ini memperlihatkan bahwa pembangunan pendidikan di Papua tidak lagi berorientasi pada proyek infrastruktur semata, melainkan pada pembentukan ekosistem pembelajaran yang berkelanjutan. Pemerintah daerah menyadari bahwa memperbaiki mutu pendidikan berarti memperbaiki masa depan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan seperti sekolah sepanjang hari, sekolah berasrama, dan pelatihan kepemimpinan bagi tenaga pendidik dianggap sebagai investasi jangka panjang yang akan menghasilkan efek ganda: peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan stabilitas sosial di wilayah timur Indonesia.
Selain pembangunan fisik dan pelatihan guru, pemerintah juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat adat dalam mendukung sistem pendidikan. Pendekatan berbasis budaya lokal dianggap lebih efektif dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan sekaligus memperkuat rasa memiliki terhadap sekolah. Dengan model partisipatif seperti ini, pendidikan di Papua menjadi bagian dari kehidupan sosial, bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Dukungan tokoh adat dan masyarakat menjadi faktor kunci dalam memastikan keberlangsungan pendidikan di daerah yang selama ini sulit dijangkau oleh sistem formal.
Keberhasilan pembangunan pendidikan di Papua akan menjadi ukuran keberhasilan pelaksanaan Otonomi Khusus itu sendiri. Ketika anak-anak Papua mampu mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas, maka cita-cita pemerataan pembangunan manusia Indonesia akan semakin dekat tercapai. Pemerintah kini berada di jalur yang benar dengan menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan. Tantangannya bukan lagi soal niat, melainkan pada konsistensi pelaksanaan dan keberlanjutan program.
Papua sedang menapaki fase penting dalam perjalanan pendidikannya. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, DPR, organisasi profesi guru, dan masyarakat adat, peluang untuk mewujudkan sistem pendidikan yang merata dan berkualitas semakin terbuka lebar. Setiap anak yang memperoleh kesempatan belajar hari ini adalah simbol harapan baru bagi masa depan Papua yang mandiri, cerdas, dan sejahtera. Pendidikan bukan hanya soal ruang kelas, tetapi tentang membangun peradaban baru yang tumbuh dari tanah yang kaya budaya dan semangat kemanusiaan.
*) Akademisi dan Pemerhati Kebijakan Publik di Papua
