Program MBG Lahirkan Usaha Baru Hingga Gerakkan Ekonomi Rakyat
Oleh: Dhita Karuniawati )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu terobosan strategis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menjadi simbol nyata keberpihakan pemerintah terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia sekaligus penguatan ekonomi rakyat. Tidak hanya berorientasi pada pemenuhan gizi anak bangsa, program ini juga membawa dampak luas terhadap munculnya usaha-usaha baru di sektor pangan, pertanian, dan UMKM, serta menggerakkan ekonomi lokal di berbagai daerah.
Hingga akhir 2025, Presiden menargetkan jumlah penerima manfaat mencapai 82,9 juta orang di seluruh 38 provinsi. Berdasarkan data per akhir Oktober 2025, program tersebut telah menjangkau sekitar 40 juta masyarakat di 38 provinsi dan 509 kabupaten/kota, menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terus memperkuat tata kelola pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat. Melalui penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG dan Rancangan Perpres Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian PANRB memastikan sistem penyelenggaraan program prioritas nasional ini berjalan efektif, terintegrasi, dan berdampak nyata.
Menteri PANRB Rini Widyantini mengatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah mempercepat implementasi kebijakan lintas kementerian agar program MBG dijalankan secara terukur dan kolaboratif.
Menteri Rini menjelaskan, rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola MBG sedang disiapkan sebagai instrumen utama untuk mengatur keterpaduan antarinstansi dari perencanaan hingga pengawasan. Melalui rancangan tersebut, tata kelola MBG tidak hanya mengatur mekanisme pemberian makanan bergizi, tetapi juga memperkuat sistem pendukung seperti infrastruktur, kemitraan, serta koordinasi lintas sektor.
Kementerian PANRB juga mendorong penguatan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga pelaksana yang memiliki mandat strategis dalam penyediaan dan distribusi makanan bergizi. Salah satu fokusnya adalah memperkuat Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi Nasional (KPPG) agar benar-benar menjadi ujung tombak pelaksanaan program MBG di daerah.
Sejak diluncurkan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, program MBG telah menyentuh jutaan anak sekolah di seluruh Indonesia, dari perkotaan hingga pelosok desa. Namun di balik distribusi makanan bergizi itu, terdapat ekosistem ekonomi rakyat yang hidup dan bergerak: petani yang memasok bahan pangan, pelaku UMKM yang mengolah produk, hingga pelaku logistik dan jasa kuliner yang mendapatkan peluang baru.
Direktur PT Kediri Lebih Makmur (KLM AGRO), Imam W. Zarkasyi, mengatakan bahwa MBG sebagai program cepat tanggap atau quick win yang dirancang untuk memastikan setiap anak Indonesia, khususnya dari keluarga prasejahtera, mendapatkan asupan bergizi. Namun, di balik misi sosial tersebut, tersembunyi potensi ekonomi yang mampu menggerakkan jutaan pelaku usaha lokal.
Imam menjelaskan, jika program ini dikelola dengan strategi tepat, maka dapat menciptakan ekosistem ekonomi baru yang melibatkan petani, pelaku UMKM, dapur komunitas, hingga inovator muda. Para MBG-preneur ini bukan sekadar penyedia makanan, tetapi penggerak rantai nilai di sektor pertanian, pangan, logistik, dan teknologi.
Menurut Imam, dengan target 80 juta porsi makanan bergizi setiap hari, program MBG memerlukan jaringan logistik masif. Setiap dapur komunitas rata-rata melayani 3.000 porsi per hari dengan nilai bahan baku sekitar Rp10.000 per porsi. Artinya, satu dapur bisa mengelola Rp30 juta setiap hari atau lebih dari setengah miliar rupiah per bulan. Jika ada 10.000 dapur di seluruh Indonesia, sirkulasi ekonomi yang tercipta mencapai sekitar Rp5 triliun per bulan.
Imam menjelaskan dampak ekonomi ini bersifat langsung bagi masyarakat. Uang yang berputar berasal dari transaksi produktif, bahan pangan dibeli dari petani lokal, diolah di dapur komunitas, dan dikerjakan oleh tenaga dari lingkungan sekitar. Dengan model ini, perekonomian daerah menjadi lebih mandiri tanpa bergantung pada subsidi. Lahirnya MBG-preneur menciptakan peluang sosial dan ekonomi yang besar. Petani lokal, pelaku UMKM kuliner, dan inovator teknologi pangan menjadi bagian dari rantai pasok MBG. Konsep ini sejalan dengan tren social entrepreneurship global yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Program Makan Bergizi Gratis menunjukkan bahwa kebijakan sosial bisa berjalan seiring dengan penguatan ekonomi. Pendekatan ini mencerminkan paradigma baru pembangunan nasional yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan angka makro, tetapi juga pemerataan manfaat hingga ke lapisan masyarakat paling bawah.
Dengan memperluas keterlibatan pelaku lokal dan memperkuat rantai nilai pangan, MBG menjadi motor penggerak ekonomi rakyat yang tangguh dan inklusif. Ke depan, jika terus dikelola secara transparan, adaptif, dan berkelanjutan, program MBG berpotensi menjadi model kebijakan sosial-ekonomi yang mampu menyeimbangkan aspek kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan bangsa.
Melalui MBG, pemerintah tidak hanya memberi makan generasi muda, tetapi juga menumbuhkan ekosistem ekonomi rakyat yang hidup, produktif, dan mandiri, sebuah langkah nyata menuju Indonesia Emas 2045.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia
