Reformasi Birokrasi Jadi Langkah Strategis Pemerintah Tingkatkan Pengelolaan MBG

Oleh: Nadia Putri Ramadhani *)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam memperkuat ketahanan gizi nasional sekaligus menegakkan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di balik skala besar dan kompleksitasnya, keberhasilan program ini tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan anggaran atau distribusi logistik, tetapi juga oleh tata kelola birokrasi yang efisien, responsif, dan kolaboratif. Oleh sebab itu, reformasi birokrasi kini menempati posisi strategis dalam memastikan pengelolaan MBG berjalan efektif dari pusat hingga daerah.

Pembentukan Tim Koordinasi Penyelenggaraan MBG melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2025 menandai konsolidasi besar lintas lembaga. Tim ini diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dengan pelaksana harian di bawah Badan Gizi Nasional yang dipimpin oleh Nanik Sudaryati Deyang. Langkah tersebut memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk membangun mekanisme kerja yang terukur, terarah, dan berbasis hasil. Zulkifli Hasan menegaskan bahwa skala program yang mencakup 82,9 juta penerima manfaat membutuhkan koordinasi birokrasi yang kuat agar pelaksanaannya berjalan cepat, transparan, dan berkeadilan.

Dalam konteks ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memainkan peran kunci. Menteri PANRB Rini Widyantini menjelaskan bahwa tata kelola birokrasi merupakan fondasi utama untuk memastikan efektivitas program MBG. Kementeriannya tengah mendorong penguatan kelembagaan Badan Gizi Nasional melalui penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Penyelenggaraan MBG serta Rancangan Peraturan Presiden Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Gizi Nasional. Kedua peraturan ini dirancang agar seluruh mekanisme birokrasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan, dapat berjalan dalam satu sistem yang terintegrasi.

Rini menilai reformasi birokrasi dalam pelaksanaan MBG mencakup dua fokus utama yaitu penataan kelembagaan dan penguatan manajemen sumber daya manusia aparatur. Penataan kelembagaan diarahkan untuk memperkuat peran Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi Nasional dan Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi di daerah agar pelayanan publik benar-benar menyentuh masyarakat secara langsung. Penguatan SDM dilakukan melalui peningkatan kompetensi, digitalisasi sistem kerja, dan percepatan integrasi layanan digital. Dengan langkah tersebut, Kementerian PANRB berupaya memastikan birokrasi tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan, tetapi juga penggerak perubahan yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.

Reformasi birokrasi juga menjadi instrumen penting untuk mempercepat implementasi kebijakan lintas kementerian. Pemerintah menginginkan agar setiap instansi bergerak serempak tanpa tumpang tindih fungsi. Karena itu, Kementerian PANRB telah melakukan pemetaan peran kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah melalui peta proses bisnis serta peta keterkaitan antarinstansi. Dengan pemetaan ini, mekanisme koordinasi dapat berjalan lebih sinkron, sementara evaluasi dan pengendalian bisa dilakukan secara sistematis.

Menteri Rini menjelaskan bahwa birokrasi yang efektif tidak hanya mengefisienkan prosedur, tetapi juga memperkuat akuntabilitas publik. Dalam pelaksanaan MBG, aspek pengawasan dan pengendalian menjadi prioritas agar distribusi makanan bergizi benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan beban fiskal baru. Prinsip efisiensi ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa birokrasi harus bekerja cepat, tanggap, dan berorientasi pada hasil yang langsung dirasakan rakyat.

Presiden menekankan pentingnya birokrasi yang mampu mengeksekusi kebijakan tanpa berbelit-belit. Arahan tersebut diterjemahkan oleh Kementerian PANRB menjadi langkah konkret berupa percepatan penyusunan regulasi, integrasi layanan digital, serta penguatan manajemen kinerja aparatur. Melalui sistem digitalisasi yang terhubung antarinstansi, pelaksanaan MBG akan lebih mudah dimonitor secara waktu nyata, termasuk dalam hal ketersediaan bahan pangan, pemenuhan standar gizi, dan distribusi logistik.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi juga menegaskan bahwa pemerintah tengah menuntaskan Peraturan Presiden tentang tata kelola MBG agar seluruh mekanisme pelaksanaan memiliki dasar hukum yang kuat. Ia menilai penyempurnaan regulasi ini penting untuk memastikan standar gizi nasional, mekanisme distribusi makanan, serta sistem pengawasan rantai pasok berjalan sesuai pedoman kesehatan. Upaya ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada pelaksanaan, tetapi juga pada tata kelola yang menjamin keberlanjutan program.

Reformasi birokrasi dalam konteks MBG juga berarti mendorong kolaborasi yang inklusif. Pemerintah memastikan koperasi desa, pelaku UMKM, serta kelompok disabilitas memiliki peran yang sama dalam rantai pasok program. Pendekatan inklusif ini bukan sekadar bentuk keadilan sosial, melainkan juga strategi pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dengan melibatkan pelaku usaha kecil dan komunitas desa, program MBG tidak hanya memperbaiki gizi masyarakat tetapi juga memperkuat ekonomi rakyat.

Lebih jauh, Kementerian PANRB menempatkan reformasi birokrasi sebagai pilar utama pembangunan nasional. Dalam konteks MBG, birokrasi yang solid dan terukur menjadi jaminan bahwa setiap rupiah anggaran negara dikelola secara akuntabel dan berdampak langsung bagi masyarakat. Langkah ini tidak sekadar pembenahan struktur administratif, tetapi juga transformasi menyeluruh terhadap cara kerja pemerintah dalam melayani rakyat.

Melalui sinergi lintas kementerian, digitalisasi pelayanan, serta penataan kelembagaan yang adaptif, reformasi birokrasi terbukti menjadi langkah strategis pemerintah untuk memastikan keberhasilan program Makan Bergizi Gratis. Lebih dari sekadar penyediaan makanan sehat, MBG mencerminkan hadirnya birokrasi yang bekerja dengan empati, integritas, dan orientasi hasil nyata. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk membangun birokrasi yang efisien secara prosedural, efektif dalam pelaksanaan, dan berdampak langsung bagi kesejahteraan publik. Inilah langkah nyata menuju Indonesia yang sehat, mandiri, dan berdaya saing.

*) Analis Kebijakan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *