Tokoh Bangsa Dorong Soeharto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional di Hari Pahlawan

Oleh : Andry Pratama )*

Peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November senantiasa menghadirkan refleksi mendalam tentang arti perjuangan dan persatuan bangsa. Pertempuran Surabaya tahun 1945 menjadi tonggak sejarah yang menegaskan betapa kuatnya semangat rakyat Indonesia ketika bersatu melawan penjajahan.

Semangat tersebut tidak lahir dari satu golongan atau kelompok, melainkan dari keberanian kolektif seluruh elemen bangsa. Di tengah tantangan zaman yang berbeda, semangat itu tetap relevan untuk dijadikan pegangan dalam menjaga kedamaian dan memperkuat persatuan nasional.

Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof. Marsuki, menilai Soeharto merupakan salah satu putra terbaik bangsa yang pernah memimpin Indonesia. Ia berpendapat bahwa meski sosok Soeharto tidak lepas dari kontroversi di kalangan masyarakat, kontribusinya terhadap pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dapat diabaikan. Selama lebih dari tiga dekade menjabat sebagai Presiden, Soeharto dinilai telah membawa bangsa ini mencapai berbagai kemajuan yang signifikan dan karena itu layak untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Menurut Prof. Marsuki, masa pemerintahan Soeharto ditandai dengan stabilitas ekonomi dan politik yang kuat, inflasi yang terkendali, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat hingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama di Asia. Ia menyebut era tersebut sebagai masa di mana Indonesia dikenal dunia sebagai “macan Asia”. Marsuki juga menyoroti keputusan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatannya pada 1998 secara terbuka di Istana Merdeka sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab seorang pemimpin di tengah tekanan publik. Dalam pandangannya, tindakan itu menunjukkan kedewasaan politik dan kepatuhan terhadap konstitusi di saat bangsa menghadapi situasi sulit.

Lebih lanjut, Prof. Marsuki menegaskan pentingnya menghormati perbedaan pandangan di masyarakat terkait wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto. Ia memandang, keberagaman pendapat merupakan bagian dari demokrasi yang dijamin undang-undang. Karena itu, perbedaan sikap antara pihak yang mendukung dan menolak seharusnya disikapi secara bijak tanpa menimbulkan perpecahan. Marsuki juga menilai Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan memiliki tanggung jawab besar untuk menimbang setiap masukan dari publik secara objektif sebelum mengambil keputusan. Ia berharap, proses tersebut menjadi refleksi kedewasaan bangsa dalam menghargai jasa pemimpinnya tanpa mengabaikan semangat kritis dan rekonsiliasi sejarah.

Dukungan terhadap upaya memperkuat persatuan bangsa juga datang dari Ketua PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy. Ia memandang Hari Pahlawan sebagai momen strategis untuk merefleksikan jasa para pendahulu bangsa yang telah berjuang tanpa pamrih demi kemerdekaan dan persatuan Indonesia.

Dalam sejarah perjuangan nasional, Muhadjir menilai tidak ada satu pun tokoh besar yang lepas dari peran penting dalam membangun fondasi bangsa, termasuk Soeharto yang berkontribusi besar pada masa revolusi hingga pembangunan nasional.

Muhadjir menekankan bahwa masyarakat perlu melihat perjuangan para tokoh bangsa secara objektif, tanpa terjebak dalam romantisme politik masa lalu. Setiap jasa dan pengorbanan harus ditempatkan sebagai bagian dari upaya kolektif bangsa dalam mempertahankan keutuhan negara.

Ia mengingatkan bahwa semangat kepahlawanan bukan sekadar mengenang peristiwa bersejarah, melainkan meneladani nilai-nilai perjuangan untuk diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Nilai-nilai seperti disiplin, kerja keras, dan solidaritas sosial menjadi bagian penting dari warisan moral yang dapat memperkuat harmoni nasional.

Selain itu, Muhadjir juga menyoroti pentingnya menanamkan semangat penghargaan terhadap jasa tokoh bangsa dalam konteks yang lebih luas. Menurutnya, bangsa Indonesia perlu belajar untuk menghormati kontribusi seseorang terhadap negara tanpa menafikan kekurangannya.

Pandangan semacam ini mencerminkan kedewasaan dalam berbangsa, sekaligus menjadi pondasi bagi terciptanya suasana yang damai dan saling menghargai. Ia menegaskan bahwa membangun kedamaian bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab moral seluruh warga negara untuk menciptakan ruang sosial yang sejuk dan inklusif.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah lainnya, Dadang Kahmad. Ia menilai Soeharto sebagai salah satu tokoh yang layak mendapat penghargaan atas jasa-jasanya bagi Republik Indonesia.

Menurutnya, kiprah Soeharto dalam perjuangan kemerdekaan, seperti keterlibatannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, menunjukkan dedikasi tinggi terhadap perjuangan bangsa. Di masa kepemimpinannya, Soeharto juga dinilai berhasil membawa Indonesia mencapai berbagai capaian penting, seperti swasembada pangan, keberhasilan program Keluarga Berencana, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Dadang menilai bahwa semangat pembangunan yang ditunjukkan pada masa itu merupakan wujud nyata dari pengamalan nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan bernegara. Ia mengingatkan bahwa penghargaan terhadap tokoh bangsa seharusnya berlandaskan pada kontribusi mereka terhadap kepentingan nasional, bukan pada perbedaan ideologis atau kepentingan politik tertentu. Dalam konteks Hari Pahlawan, hal tersebut menjadi pelajaran penting tentang bagaimana bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pendahulunya.

Peringatan Hari Pahlawan seharusnya tidak berhenti pada seremoni tahunan semata, melainkan menjadi momentum untuk memperkuat rasa cinta tanah air, mempererat persaudaraan, serta menjaga perdamaian di tengah dinamika sosial yang terus berubah.

Masyarakat perlu memahami bahwa nilai kepahlawanan bukan hanya tentang keberanian di medan perang, tetapi juga tentang kemampuan menjaga harmoni sosial dan memperjuangkan kemajuan bangsa secara damai.

Semangat persatuan yang diwariskan para pahlawan harus menjadi fondasi dalam menghadapi berbagai tantangan, mulai dari polarisasi politik, perbedaan pandangan sosial, hingga ancaman disinformasi di era digital.

Bangsa Indonesia telah memiliki sejarah panjang tentang bagaimana kekuatan kolektif mampu mengatasi segala bentuk penjajahan dan perpecahan. Hari Pahlawan menjadi pengingat bahwa kedamaian adalah hasil dari persatuan, dan persatuan adalah hasil dari kesadaran untuk saling menghormati.

Dengan meneladani semangat pengorbanan dan persaudaraan yang ditunjukkan para pahlawan, masyarakat dapat menjaga kedamaian sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan mereka.

Peringatan Hari Pahlawan bukan sekadar ajang mengenang masa lalu, tetapi panggilan moral untuk melanjutkan perjuangan dalam bentuk baru: memperkuat persatuan, menumbuhkan toleransi, dan memastikan kedamaian tetap menjadi wajah Indonesia di masa depan. (*)

)* Penulis adalah pengamat kebijakan publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *