Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto Simbol Kedewasaan Politik Bangsa
Jakarta – Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto dapat menjadi simbol rekonsiliasi nasional dan kedewasaan politik bangsa. Pernyataan ini disampaikan Akademisi IAIN Gorontalo, Sahmin Madina merespons adanya pro dan kontra pemberian gelar tersebut karena luka sejarah masa lalu.
Menurut Sahmin, masih adanya penolakan justru menunjukkan bahwa sebagian elite bangsa belum sepenuhnya berdamai dengan masa lalunya.
Kalau luka sejarah terus dijadikan alasan politik, kita akan sulit maju. Padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang berani mengakui masa lalunya, baik sisi gelap maupun cemerlangnya,” ujar Sahmin.
Ia menilai, keputusan untuk menolak atau menerima sosok Soeharto semestinya dilihat secara objektif, bukan emosional.
“Soeharto adalah bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia. Ada catatan kelam, iya, tapi juga ada jasa besar dalam membangun fondasi ekonomi, pangan, dan stabilitas nasional,” tambahnya. Sahmin menegaskan, pendekatan dendam sejarah hanya akan memperpanjang polarisasi yang seharusnya sudah berakhir sejak era reformasi.
Ia mengingatkan pentingnya teladan dari para pemimpin yang mampu memelihara persaudaraan kebangsaan di atas perbedaan politik.
Sahmin menilai, gelar pahlawan nasional bagi Soeharto tidak harus dimaknai sebagai pembenaran atas semua kebijakan Orde Baru, melainkan sebagai pengakuan objektif terhadap jasa-jasanya dalam pembangunan bangsa.
“Bangsa yang matang tidak menutup mata terhadap sejarah. Ia memilih mengakui jasa, mengoreksi kesalahan, lalu melangkah bersama tanpa dendam,” tegasnya. Ia berpesan bahwa momentum ini seharusnya menjadi ajang bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kedewasaan politik dan kebesaran hati.
Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sunan Drajat (Unsuda) Lamongan mendukung Presiden ke-2 Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Presiden Mahasiswa Unsuda, Firdaus mengatakan, bangsa Indonesia perlu belajar dari sejarah, baik dari kelebihan maupun kekurangan para pemimpinnya.
Tujuannya membangun masa depan yang lebih bijak dan berkeadaban. “Sebaik-baiknya pemimpin juga memiliki kekurangan, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pendahulunya,” katanya
Menurutnya, Soeharto merupakan sosok yang memiliki peran penting dalam membangun pondasi Indonesia modern. Selain dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan visioner, Soeharto juga berjasa besar dalam menjaga kedaulatan, stabilitas politik, dan kemajuan ekonomi bangsa.
“Pak Soeharto adalah pahlawan bangsa yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi Indonesia. Beliau berhasil meningkatkan produksi pertanian, memajukan industri, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai kebijakan strategis,” tambahnya.
BEM Unsuda juga menyoroti kontribusi Soeharto terhadap dunia pendidikan dan pesantren. Salah satunya adalah dukungan Soeharto terhadap pembangunan Pondok Pesantren Sunan Drajat, yang menjadi bagian dari upaya besar dalam pengembangan pendidikan keislaman di Indonesia.
Selain itu, BEM Unsuda menilai penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional menjadi langkah penting dalam merawat semangat persatuan bangsa. Tokoh tersebut, meski berasal dari latar belakang berbeda, sama-sama berkontribusi besar terhadap perjalanan bangsa Indonesia.
“Dengan meneladani semangat dan jasa mereka, generasi muda diharapkan mampu melanjutkan perjuangan dalam membangun bangsa yang adil, makmur, dan berkeadaban,” tutupnya.
