Kebijakan Fiskal Pemerintahan Prabowo Perkuat Pemerataan dan Daya Beli Masyarakat
Oleh: Chandra Muhammad Hamzah (*
Kebijakan fiskal menjadi instrumen kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memastikan bahwa hasil pembangunan dapat dirasakan secara merata di seluruh daerah. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, orientasi kebijakan fiskal menunjukkan penekanan kuat pada peningkatan pemerataan, perlindungan daya beli masyarakat, dan penciptaan kesempatan kerja yang inklusif. Hal ini tampak melalui desain program belanja negara yang diarahkan untuk memperkuat pondasi ekonomi rakyat serta meningkatkan kapasitas sektor usaha domestik.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia berhasil tumbuh sebesar 5,04 persen secara tahunan pada kuartal III tahun 2025. Pertumbuhan ini dinilai terjadi dalam kondisi global yang tidak mudah, termasuk tekanan perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Menurutnya, capaian tersebut mencerminkan bahwa mesin ekonomi nasional masih bekerja dengan stabil. Ia menilai bahwa konsumsi domestik tetap terpelihara, daya beli masyarakat terjaga, dan dunia usaha masih mampu mempertahankan aktivitas produksi.
Purbaya menilai bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari efektivitas pengelolaan kebijakan fiskal yang telah dijalankan pemerintah sepanjang tahun. Ia menekankan bahwa APBN menjalankan peran penting sebagai penyangga ketika tekanan ekonomi global meningkat. Menurutnya, kebijakan fiskal berhasil menjaga daya beli masyarakat serta membantu dunia usaha tetap memiliki daya saing di tingkat global. Pemerintah memprioritaskan belanja negara yang tepat sasaran, subsidi diarahkan untuk kelompok rentan, serta berbagai skema pembiayaan didorong untuk mendukung sektor-sektor produktif agar tetap bergerak.
Sejalan dengan hal tersebut, isu keadilan fiskal antar-daerah kembali mengemuka sebagai bagian dari agenda penting dalam mendukung pemerataan pembangunan. Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Bursah Zarnubi, menyatakan bahwa APKASI akan terus memperjuangkan keadilan fiskal melalui advokasi kebijakan yang menyasar pemerintah pusat. Ia menilai bahwa perjuangan memperluas ruang fiskal bagi daerah harus tetap berlandaskan pada prinsip reformasi dan otonomi daerah yang telah menjadi fondasi desentralisasi nasional sejak awal.
Bursah memandang bahwa pembangunan sesungguhnya terjadi di daerah, bukan hanya di tingkat pusat. Oleh karena itu, daerah membutuhkan ruang fiskal yang cukup agar dapat merancang dan menjalankan program pembangunan sesuai kebutuhan lokal. Ia menilai bahwa banyak kabupaten masih menghadapi keterbatasan ruang fiskal akibat rendahnya pendapatan asli daerah dan tingginya porsi belanja wajib yang tidak fleksibel. Karena itu, langkah advokasi APKASI diarahkan untuk menciptakan struktur fiskal yang lebih berkeadilan serta membuka peluang kemandirian keuangan daerah secara bertahap.
Dari perspektif akademis, ekonom Gede Sandra melihat bahwa arah kebijakan fiskal yang ditempuh Menteri Keuangan Purbaya menunjukkan karakter yang kuat terhadap ekonomi kerakyatan. Ia menilai bahwa pendekatan tersebut memprioritaskan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari penguatan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, perluasan akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil, serta peningkatan perlindungan terhadap tenaga kerja.
Gede menyoroti kebijakan penyediaan dana likuiditas sebesar Rp 200 triliun yang berperan menekan suku bunga antarbank. Menurut penilaiannya, kebijakan ini mulai mendorong pertumbuhan kredit yang sebelumnya sempat melambat akibat ketidakpastian global. Ia memandang bahwa kembalinya pertumbuhan kredit menjadi indikasi positif, karena sektor usaha memperoleh kembali ruang ekspansi dan stabilitas pembiayaan. Dengan demikian, perekonomian dari akar rumput dapat kembali bergerak dan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan nasional yang lebih inklusif.
Jika dicermati secara keseluruhan, langkah pemerintah dalam mengelola kebijakan fiskal memperlihatkan keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan keberpihakan terhadap kesejahteraan rakyat. Pemerintah menyadari bahwa mengejar pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Pertumbuhan tersebut harus mampu menghadirkan pemerataan dan keadilan sosial, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya kelompok tertentu.
Keberhasilan kebijakan fiskal tidak hanya diukur melalui angka pertumbuhan atau kondisi neraca negara, melainkan dari sejauh mana kebijakan tersebut memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, dukungan publik menjadi faktor kunci dalam keberlanjutan kebijakan fiskal yang progresif dan berkeadilan.
Pada titik ini, seluruh elemen bangsa diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap kebijakan fiskal pemerintah yang berorientasi pada pemerataan dan keadilan sosial. Dengan kolaborasi, pemahaman bersama, dan partisipasi aktif masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pemerataan kesejahteraan merupakan tujuan bersama, dan kebijakan fiskal yang berpihak pada rakyat adalah jembatan penting menuju cita-cita tersebut.
(* Penulis merupakan Pemerhati Kebijakan Ekonomi
